“Kekacauan” Gel Agar-Agar

(Artikel ini ditulis pada Kamis, 16 Juli 2020)

    

Hari ini, Mamah saya bersemangat sekali untuk membuat permen jeli dari resep yang ditemukannya di internet. Sepanjang perjalanan di dalam mobil menuju ke sebuah minimarket, ia menceritakan bahan apa saja yang harus dibeli. Tepung agar-agar, jeli serbuk instan. Itu dua bahan utama yang harus dibeli, katanya. Karena di rumah juga ada persediaan kunyit, gula jawa, dan asam jawa untuk dibuat wedang (minuman), maka muncul suatu ide untuk mengkombinasikannya sebagai perasa pada permen jeli. Sebuah ide yang cemerlang!  

Maka, dimulailah eksperimen ini dengan mengikuti langkah-langkah sesuai arahan petunjuk. Pertama dengan membuat dulu rebusan kunyitnya. Kunyit dikupas, digeprak, ditambahkan air, dimasukkan ke dalam panci, ditambahkan gula jawa dan asam jawa, kemudian direbus sampai mendidih, lalu airnya disaring. Air rebusan kunyit itu lalu ditambahkan dengan serbuk agar yang sudah disiapkan serta ditambahkan sedikit gula untuk memperkuat rasa manis, dan kemudian direbus hingga mendidih kembali.

Cukup sederhana sebenarnya. Dari apa yang saya dengarkan, konsep dasarnya adalah mengeringkan potongan agar-agar yang sudah memadat sehingga sebagian kandungan air yang terikat di dalamnya dapat dihilangkan. Dengan demikian, karakteristik agar-agar menjadi lebih padat dan bisa dinikmati seperti permen jeli. Metode pengeringan yang dianjurkan dalam info resep ini sebenarnya adalah dengan cara mengeringkan di bawah sinar matahari selama beberapa waktu. Namun, terbesit dalam benak Mamah saya untuk mencoba hal baru yakni mengeringkannya dengan memanfaatkan panas di dalam oven listrik.

Mamah saya suka melakukan eksperimen. Memadukan berbagai macam bahan makanan mulai dari sayur, buah, hingga daging dengan berbagai macam metode berkreasi dengan bahan-bahan itu. Saya dan Papah saya biasanya sepakat untuk berada dalam kubu yang sama sebagai pengamat dan penilai hasil akhir. Hasil kreasi dari eksperimen itu, harus diakui, kadang-kadang memang menghasilkan suatu karya yang inovatif, fantastis, terobosan baru yang tidak terduga, bahkan berhasil menembus batas ekspektasi kami berdua. Tetapi, harus diakui pula, kami lebih sering merasa terhibur karena geli melihat hasilnya! :)

Akhir-akhir ini, Mamah saya sedang suka bereksperimen dengan buah-buahan yang dipanaskan dengan oven pemanggang bersumber listrik (oven toaster). Beberapa minggu yang lalu, buah apel yang sudah dipotong-potong dimasukkan ke dalam oven listrik. Beberapa hari berikutnya adalah pisang dan selanjutnya buah salak. Uniknya, masing-masing buah yang sudah coba dipanggang dengan oven listrik tersebut menghasilkan rasa yang lebih manis, aroma yang lebih kuat, dengan tekstur buah yang berbeda dari keadaan segarnya (sebelum dilakukan pengolahan). Secara keseluruhan, hasilnya menjadi lebih enak (dan karena itu, saya akhirnya jadi doyan makan buah karena bentuk, rasa, dan aromanya yang berbeda dan tidak membosankan, hehe…).

Karena pengalaman itulah, kemudian terbesit sebuah ide untuk memanfaatkan panas dari oven pemanggang supaya agar-agar dapat kering lebih cepat. Agar-agar yang sudah menjadi semi padat (agar-agar memadat dari permukaan paling luar dan bagian yang lebih dalam masih belum padat) itu pun dipotong menjadi dadu atau kotak-kotak kecil seukuran permen dan dimasukkan ke dalam oven pemanggang. Timer oven diatur pada angka 10 menit, dan saatnya menunggu hasil.

Namun, ada yang menarik dari gel “agar” ini. Dia cukup berbeda dan memiliki keunikannya tersendiri. Dari pengalaman saya sebelumnya, jika kita memasukkan potongan buah salak atau apel ke dalam oven pemanggang maka kita akan mendapatkan sebuah hasil potongan buah yang terasa sedikit lebih tidak berair daripada keadaan segarnya. Namun, apakah yang akan terjadi pada “agar-agar” bila dipanaskan dalam oven pemanggang? Akankah hal yang sama pada buah terjadi pada “agar-agar” kita?



     

Gambar 1. Agar-agar kunyit yang dipotong kotak. Warna oranye dari kunyit sering digunakan sebagai pewarna alami makanan. Aroma khas kunyit yang berpadu dengan aroma asam jawa juga begitu menggugah selera.

“Agar-agar” adalah sebutan untuk makanan yang dibuat dari ekstrak hidrokoloid dari alga merah. Bahan utamanya adalah “agar” yang merupakan senyawa hidrokoloid polisakarida yang diekstrak dari alga merah (red seaweed) jenis Gelidium sp. atau Gracilaria sp. “Agar” merupakan salah satu gelling agent yang dapat membentuk suatu gel apabila didinginkan pada suhu kurang dari 40˚C dan dapat kembali meleleh pada suhu di atas 85˚C. Dua komponen utama penyusun agar dari alga merah Gelidium ini adalah agarose dan agaropectin. Namun, agarose memainkan peranan utama dalam proses pembentukan gel. Untuk memahami bagaimana proses terbentuknya gel, ada baiknya kita mengintip sedikit lebih jauh seperti apa kira-kira bentuk unit penyusun agarose, dan dengan demikian, kita bisa memahami karakteristiknya.

Agarose tersusun dari unit-unit agarobiose. Agarbiose tersusun dari unit β-D-galactopyranose dan 3,6-anhydro-α-L-galactopyranose. Seperti yang sering kita amati sehari-hari, sadar atau tidak sadar, “agar” tidak dapat larut di dalam air dingin. Oleh sebab itu, ketika kita hendak membuat gel agar-agar, kita harus memasak serbuk agar terlebih dahulu dalam air panas bahkan hingga mendidih, bukan? Kemudian setelah beberapa menit, larutan “agar” itu kita diamkan di ruangan supaya memadat.

Proses pembentukan gel ini dapat terjadi karena adanya air yang terperangkap dalam struktur formasi gel. Mari kita coba bayangkan bersama. Serbuk agar yang masih cair dan panas setelah direbus dengan air memiliki struktur seperti untaian benang panjang yang tak beraturan bentuknya. Ketika suhu perlahan mulai menurun, tiap untaian benang yang sebenarnya adalah unit-unit agarose itu mulai berubah dan perlahan membentuk seperti sebuah “kepang rambut” (bentuknya seperti heliks) yang rapi. Semakin lama akan ada semakin banyak unit-unit agarose yang membentuk “kepangan rambut”. Sekarang, dalam wadah berisi larutan agar yang kita miliki, sudah ada begitu banyak struktur “kepang rambut” ini. Selanjutnya, “kepang-kepang rambut” agarose ini akan saling berikatan menjadi bentuk pentagon (segi lima) yang sangat rapi. Tiap “kepang rambut” yang satu dengan lainnya diikat oleh sebuah ikatan hidrogen. Kita bisa membayangkan suatu bentuk pentagon yang tiap sisinya tersusun dari “kepangan rambut” yang berjejer rapi. Tiap sisi pentagon itu tidak hanya tersusun dari satu lapis saja, melainkan dari beberapa layer atau lapisan sehingga struktur pentagon ini nampak kokoh. Lalu, bagaimana dengan airnya?

Benar sekali. Air akan terperangkap di tengah-tengah struktur pentagon itu. Karena tiap sisi pentagon ini memiliki struktur yang begitu kuat, air tidak akan bisa ke mana-mana. Inilah saat ketika kita melihat larutan “agar-agar” kita yang semula berbentuk cair menjadi padat dan berbentuk seperti gel yang siap untuk dimakan.       

Berikut merupakan dokumentasi beberapa karakteristik gel agar-agar padat yang dihasilkan dari hasil percobaan.




---

Kami masih menunggu jeli agar-agar yang sedang dimasukkan ke dalam oven pemanggang. Namun belum mencapai 10 menit sesuai pengaturan timer, pada menit ke-7 terjadilah keributan dan kepanikan dari dalam dapur! Mamah saya terlihat panik dan segera mengeluarkan “agar-agar” yang masih panas dari dalam oven pemanggang dengan buru-buru. Saya datang sambil bertanya-tanya heran dalam hati. Ada apa? Apa yang terjadi?   

Antara kaget, panik, dan lucu. Suatu pemandangan yang tidak biasa terpampang amat jelas di depan mata saya. Di hadapan saya, benar-benar terlihat bahwa “agar-agar” yang tadinya sudah memadat kini kembali mencair setelah dikeluarkan dari dalam oven pemanggang! Pemandangan unik itu tidak hanya berhenti sampai di situ saja, “agar-agar” yang meleleh itu juga menghasilkan letupan gelembung layaknya lava mendidih dari gunung berapi! Ya, setidaknya itulah yang terpikirkan sepintas dalam benak saya! Saya tidak sanggup membantu mengeluarkan “agar-agar” itu dari dalam oven, saya hanya berdiri terpaku di salah satu pojok dapur karena saya merasa sangat geli melihat hal itu.

Ternyata proses pembentukan gel agar-agar ini bersifat reversibel. Artinya, agar-agar yang sudah padat akan dapat mencair kembali apabila dipanaskan di atas titik leburnya (melting point). Dalam hal ini, titik lebur yang dimaksud adalah di atas 85˚C. Demikian pula sebaliknya, larutan “agar-agar” yang cair akan dapat kembali membeku atau memadat apabila didiamkan pada suhu kurang dari 40˚C. Proses ini akan dapat berulang terus-menerus. Oleh sebab itu, pembentukan gel dikatakan bersifat reversibel atau dapat kembali pada keadaannya yang semula.

Karena saya tidak sempat melihat secara langsung bagaimana proses itu terjadi, maka saya memutuskan untuk melakukan sebuah wawancara singkat. Berikut adalah hasil wawancaranya.

Video 1. Wawancara

Karena tidak sempat melihat proses yang terjadi, keesokan harinya saya berniat untuk mengulangi kembali percobaan yang sama. Saya memasukkan gel agar-agar padat ke dalam oven pemanggang dan mengamati seperti apa hasilnya. Berikut adalah beberapa video yang saya dokumentasikan. Semoga membantu!

Gambar 2. Gel agar yang sudah dipotong kotak dan siap dimasukkan ke dalam oven pemanggang

Video 2. Ini adalah detik-detik di mana struktur di dalam gel agar mulai berubah, sehingga air mulai bebas bergerak lagi.

Video 3. Video saat gel agar padat dimasukkan ke dalam oven dan mulai dipanaskan. Mulai bergoyang! :)

Video 4. Mulai meletup-letup!

Gambar 3. Gel agar-agar yang kembali mencair setelah dimasukkan ke dalam oven pemanggang dan menerima  panas.

Video 5. Hasil akhir dari gel agar yang mencair

Gambar 4. Agar-agar yang mencair dan sudah memadat kembali

Video 6. Agar-agar yang mencair dan sudah memadat kembali

Apa yang sebenarnya terjadi di dalam struktur gel “agar-agar” ketika proses itu berlangsung? Tepat seperti apa yang sudah terjadi sebelumnya, hanya saja kali ini proses yang terjadi adalah kebalikannya. Ketika gel “agar-agar” yang padat mendapatkan panas, struktur pentagon dari unit agarose yang semula berikatan rapi dan kuat mulai merombak menjadi untaian “heliks kepang rambut” yang tidak saling terikat satu sama lain. Semakin lama, “heliks kepang rambut” itu pun akhirnya terombak juga dan berubah menjadi benang panjang tak beraturan seperti semula. Kita mengingat kembali bahwa struktur benang yang tak beraturan itu tidak bisa memerangkap air, sehingga air bebas bergerak dan tidak terperangkap di dalam struktur apapun. Oleh sebab itulah, kita dapatkan kembali “agar-agar” cair kita tepat seperti semula!  

---

Ini adalah sebuah pengalaman yang menarik, dan tentunya berkesan pada khususnya, karena membuat saya merasa geli akibat “kekacauan” yang terjadi. Saya rasa, kejadian permen jeli agar-agar ini telah mengajarkan hal penting bagi saya. Tidak semua bahan pangan yang diberikan metode pengolahan yang sama akan memberikan hasil yang sama. Pertama-tama, kita harus benar-benar mengenal dan memahami karakteristik bahan pangan yang kita tangani. “Kekacauan” yang menggelikan hari ini terjadi karena kami kurang menekankan perhatian pada karakteristik gel agar-agar yang kami tangani. Gel agar-agar tentunya memiliki keunikan dan karakteristik tersendiri yang berbeda dari bahan-bahan pangan lain yang sudah kami gunakan sebelumnya. Tidak seperti potongan buah-buahan yang akan menjadi lebih tidak berair bila dimasukkan ke dalam oven pemanggang, gel agar-agar secara mengejutkan justru memberikan hasil yang justru berkenalikan dan sama sekali berbeda!

Oleh sebab itu, saya rasa tidak berlebihan untuk bisa belajar dari pengalaman sederhana ini, dan oleh karenanya bisa ditarik sebuah lesson-learned yang saya pelajari dari pengalaman sederhana ini.

“Tidak semua hal yang diberi perlakuan sama akan memberikan hasil yang sama. Kita harus cermat melihat keunikan masing-masing dan memahaminya. Baik itu keunikan dalam setiap hal yang kita kerjakan, maupun keunikan dalam diri tiap manusia”

Stay healthy! Stay happy! Shares yours! Thank you!

---

*Foto dan video yang ditampilkan pada artikel ini berasal dari dokumentasi pribadi penulis.

*Mengenal lebih dalam dan lebih dekat lagi mengenai “agar” sebagai salah satu gelling agent yang digunakan di bidang pangan sangat menarik perhatian saya. Apabila tertarik seputar bidang ini, saya menyarankan sebuah buku berjudul “Food Stabilizers, Thickeners and Gelling Agents”. Buku ini pula yang menjadi sumber referensi pustaka yang diguanakan dalam artikel ini. Selamat menyelami ilmu! Selamat berpetualang!

 

*Sumber Pustaka:

Imeson, Alan. 2010. Food Stabilizers, Thickeners and Gelling Agents. Chichester: Blackwell Publishing.

--- 

Salam,

(Bernardine Agatha Adi Konstantia)


Comments

Popular posts from this blog

Kekaguman yang Menuntun Jalan